BIOGRAFI KH. KHOZIN ASROR

ALMAGHFURLAH KH.KHOZIN ASROR

Profil Pendiri PP Riyadul Mustaqim Al Maghfulah K.H Khozin Asror

 KH. Khozin Asror merupakan putra pertama pasangan Nyai Siti Rudhilah dan KH. M. Mukri. Beliau dilahirkan di Desa Karang Sari, Purwokerto pada Selasa, 01 Juli 1941. Ibu Kyai Khozin merupakan putri dari ulama terkemuka di Purwokerto. Dimana pada saat itu, Pesatren Karang Sari merupakan tempat pelabuhan para santri dari daerah Purwokerto, Cilongok dan sekitarnya. Sedangkan KH. Mukri merupakan putra asli Kesenet, Banjar Mangu, Banjarnegara.

Nilai-nilai keislaman didapatkan oleh Kyai Khozin sedari dini. Tempaan dari bapak-ibu dan keluarga besarnya berpengaruh besar dalam kehidupan Kyai Khozin selanjutnya. Lingkungan pesantren dimana beliau tinggal menjadikan nilai-nilai pesantren terserap dengan baik. Hal inilah yang mempengaruhi pilihan pendidikan yang dilakoni.

Pendidikan formal sampai setingkat SMA berhasil diselesaikan di Sokaraja. Pilihan selanjutnya adalah Pondok Pesantren Leler dibawah asuhan KH. Hisyam Zuhdi. Dua tahun di Leler, beliau pindah ke Tegal Rejo, Magelang. Di Pesantren asuhan KH. Khudhari itu, beliau bertahan sampai 5 tahun. Setelah itu, perjalanan intelektual beliau berlabuh di Lasem, nyantri kepada KH. Baedhawi dan dari Lasem melanjutkan lagi di Sarang, mengaji kepada KH. Zubeir.

Pernikahan beliau dengan putri terahir KH. Ahmad Basrawi Mandiraja, Banjarnegara  yang bernama Muftikhatul Mukhsinah membuahkan keturunan tujuh orang; tiga laki-laki dan empat perempuan. Berbagai riyadhah dijalani oleh beliau agar putra-putri beliau menjadi orang yang berkah dan bermanfaat. Diantaranya adalah menghatamkan al-Qur’an setiap lima hari sekali. Puncaknya adalah ketika beribadah haji pada tahun 1985. Dimana pada waktu itu beliau berhaji dengan gurunya, KH. Hisyam Zuhdi dan bermukim selama sepuluh bulan disana.

Keseharian Kyai Khozin tidak berbeda jauh dengan masyarakat Mandiraja pada umunya, yakni sebagai petani ikan. Hal itu salah satu faktor yang menjadikan masyarakat begitu dekat dan akrab dengan beliau. Beliau membaur dengan siapa saja. Kesabaran dan ketlatenan dalam mendidik menjadikan pengajian yang diampu tidak pernah sepi dari santri. Berbagai pengajian rutin baik yang bersifat harian, mingguan maupun pasaran tidak pernah beliau tinggalkan. Beliau juga sering berkeliling kampung sekitar, menghadiri pengajian-pengajian yang diadakan masyarakat.

Pada 31 Oktober 2011 beliau menghadap Sang Kuasa setelah lima tahun mengidap stroke dengan penuh kesabaran dan keridoan. Beliau meninggalkan rintisan pesantren yang dinamakan dengan Riyadul Mustaqim.


Ayo buat sesuatu bersama.


Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Ayo mulai